InfoSAWIT SUMATERA, MERANGIN – DPRD Merangin menggelar hearing lintas komisi dengan tiga perusahaan pengolahan kelapa sawit, yaitu PT Kurnia Merangin Berjaya (KMB), PT Kurnia Palma Agung, dan PT Kurnia Sawit Lestari. Rapat yang berlangsung di ruang Banggar ini dipimpin oleh Wakil Ketua II DPRD Merangin, Bripka Purn Ahmad Fahmi, serta dihadiri oleh Wakil Ketua I Herman Efendi, Ketua Komisi I Topik, dan Ketua Komisi II Ahmad Yani.
Hearing ini membahas berbagai persoalan terkait industri sawit, termasuk ketersediaan bahan baku, kemitraan dengan petani, serta pemenuhan kewajiban perusahaan terhadap pemerintah daerah dan tanggung jawab sosial lingkungan (CSR). Pihak perusahaan diwakili oleh owner PT KMB, Andre, Humas Bujang, serta Manajer PT KMB yang juga merangkap sebagai Manajer PT Kepal.
Dalam rapat tersebut, Ahmad Fahmi menegaskan bahwa tujuan hearing bukan untuk mencari kesalahan, melainkan mencari solusi terbaik bagi perkembangan daerah. “Silakan paparkan, kita di sini ingin bersama-sama membangun daerah. OPD terkait juga kita hadirkan agar ada kejelasan dalam setiap kebijakan,” ujar Fahmi dilansir InfoSAWIT Sumatera, dari detail.id, Selasa (4/3/2025).
BACA JUGA: Tim OPKA Investigasi Penurunan Penerimaan Pajak Sawit di Aceh
Manajer PT KMB, Fahrizal Hakim, menjelaskan bahwa perusahaannya telah menjalankan berbagai kewajiban, termasuk pembayaran pajak, PPh, PPN, pajak air permukaan, serta alokasi CSR. “Kami telah bermitra dengan 11 kelompok tani dan membayar pajak sebesar 2 persen. Tahun lalu, CSR yang kami keluarkan mencapai Rp 86 juta,” ungkap Fahrizal.
Namun, pernyataan tersebut langsung mendapat tanggapan kritis dari Ketua Komisi I, Topik, yang menilai jumlah CSR yang dikeluarkan terlalu kecil dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh perusahaan. “Hanya Rp 86 juta untuk CSR? Ini tidak logis. Jangan hanya mencari keuntungan sementara masyarakat sekitar tidak merasakan manfaatnya. Belum lagi banyak keluhan terkait tenaga kerja yang harus membayar jutaan rupiah untuk masuk ke perusahaan,” tegasnya.
Selain itu, Topik juga meminta agar PT KMB memperbaiki komunikasi dengan masyarakat. “Dulu sebelum pabrik berdiri, komunikasi dengan warga sangat aktif. Tapi sekarang, warga sulit bertemu dengan manajemen PT KMB. Jangan sampai hubungan ini semakin renggang,” tambahnya.
BACA JUGA: Mahasiswa Itera Kembangkan Nanomaterial Berbasis Tandan Kosong Sawit
Ketua Komisi II, Ahmad Yani, menyoroti ketersediaan bahan baku bagi perusahaan. Dengan kapasitas produksi 90 ton per jam, Yani mempertanyakan apakah pasokan bahan baku mencukupi, mengingat ada perusahaan lain di sekitar PT KMB yang juga membutuhkan buah sawit. “Jangan sampai kemitraan yang dibangun justru menyebabkan disparitas harga di tingkat petani. Bisnis boleh, tapi harus tetap memperhatikan persaingan yang sehat,” ujarnya.
Kepala Dinas Peternakan dan Perkebunan, Hendri Widodo, menambahkan bahwa PT KMB telah memenuhi standar dalam pengelolaan kemitraan, namun masih memiliki kewajiban yang belum dipenuhi, termasuk sertifikasi ISPO dan RSPO. “Perusahaan wajib memiliki ISPO dan RSPO agar bisa menjual CPO secara legal. Selain itu, setiap suplier dan kelompok tani mitra harus memiliki Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) untuk memastikan buah yang masuk bukan ilegal,” kata Hendri.
Sekretaris Dinas BPPRD, Ahmad Khoirudin, juga mengonfirmasi bahwa PT KMB telah membayar sejumlah pajak seperti PBB, PPJ, dan pajak air permukaan. Namun, pajak reklame dan pajak galian C belum dipenuhi, yang seharusnya menjadi sumber pendapatan bagi pembangunan Merangin.
BACA JUGA: Ketua SPKS Aceh Kawal Pendaftaran Bantuan Infrastruktur Jalan Kebun dari BPDP
Sebelum hearing ditutup, Ahmad Fahmi meminta agar PT KMB segera melakukan pembinaan kepada mitra petani agar mereka bisa memenuhi standar ISPO, serta memastikan perusahaan sendiri dapat memperoleh sertifikasi RSPO sebagai bentuk kepatuhan terhadap regulasi industri sawit. (T2)