InfoSAWIT SUMATERA, PEKANBARU – Komisi II DPR RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Kamis, 23 Januari 2025, guna membahas konflik agraria di sektor perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau. RDP ini turut dihadiri oleh berbagai organisasi masyarakat adat, termasuk DPP Lembaga Tinggi Masyarakat Adat Republik Indonesia (Lemtari), Aliansi Masyarakat Adat Melayu (AMA) Riau, KNPI Riau, dan Laskar Melayu Riau.
“Undangan RDP kami terima langsung dari DPR RI yang ditandatangani Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco,” ungkap Juru Bicara DPP Lemtari, H. Nasaruddin, dalam pernyataannya, ditulis InfoSAWIT Sumatera, Minggu (26/1/2025).
Nasaruddin menjelaskan bahwa konflik agraria di Riau telah menjadi isu nasional yang melibatkan masyarakat adat, perusahaan, dan pemerintah. Berdasarkan data yang dipaparkannya, dari total 4 juta hektar lahan sawit di Riau, hanya sekitar 1,8 juta hektar yang memiliki izin resmi.
BACA JUGA: Petani Desa Catur Tunggal Beralih ke Kelapa Sawit, Pemerintah Desa Gandeng Disbun
Menurut Nasaruddin, sekitar 1,8 juta hektar lahan sawit yang berada di kawasan hutan, termasuk Taman Nasional Tesso Nilo, dikelola tanpa izin yang jelas. Selain itu, 300 ribu hektar lainnya yang berada di Area Penggunaan Lain (APL) juga digarap oleh perusahaan tanpa Hak Guna Usaha (HGU).
“Kondisi ini tidak hanya merugikan masyarakat adat tetapi juga mengancam keberlanjutan lingkungan,” tegas Nasaruddin.
BACA JUGA: Kanwil DJP Riau Lampaui Target Penerimaan Pajak Tahun 2024, Ditopang Naiknya Harga Sawit
Dalam kesempatan tersebut, Nasaruddin turut mengapresiasi langkah pemerintah dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 yang diterbitkan pada 21 Juni 2025. Perpres ini dinilai sebagai langkah strategis untuk menyelesaikan konflik agraria di berbagai daerah, termasuk Riau. (T2)
