InfoSAWIT SUMATERA, PEKANBARU – Ketua Umum Wartawan Sawit Nusantara (WSN), Abdul Aziz, meminta Presiden Prabowo Subiyanto untuk tidak tergesa-gesa menambah luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Menurutnya, dengan luas kebun sawit yang sudah mencapai 17,3 juta hektar berdasarkan data Kementerian Pertanian, kebutuhan domestik maupun ekspor sebenarnya bisa terpenuhi bila kebun yang ada dikelola secara optimal.
“Produksi Tandan Buah Segar (TBS) saat ini rata-rata hanya 13,4 ton per hektar per tahun. Angka ini sangat rendah dibandingkan potensi produksi ideal 3–4 ton per hektar per bulan,” ujar Aziz dalam keterangannya kepada InfoSAWIT Sumatera, Rabu (8/1/2025).
Aziz menyinggung perlunya fokus pada peremajaan sawit rakyat (PSR). Berdasarkan data pemerintah, ada 2,7 juta hektar kebun sawit rakyat yang membutuhkan peremajaan. Namun, hingga 2024, hanya 334.834 hektar yang berhasil diremajakan.
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Swadaya Riau Awal Tahun 2025: Tertinggi Rp 3.614,47/Kg untuk Umur 9 Tahun
“Bila sisa 2,3 juta hektar ini diremajakan, empat tahun kemudian produksinya bisa mencapai 82,8 juta ton TBS per tahun, setara 16,56 juta ton CPO,” jelas Aziz. Ia juga menekankan, kebun hasil PSR di beberapa daerah seperti Riau dan Kalimantan Timur telah menunjukkan hasil signifikan, dengan produksi mencapai 5–6 ton TBS per hektar per bulan.
Aziz membeberkan sejumlah kendala yang menghambat PSR, pertama, terkait akses pupuk, lanaran hingga saat ini Petani sawit sulit mendapatkan pupuk bersubsidi. Lantas kedua, rumitnya persyaratan administrative, dimana dalam proses PSR membutuhkan dokumen legalitas, pengesahan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan klarifikasi status lahan dari Kementerian Kehutanan.
Kemudian terakhir ketiga, adanya klaim kawasan hutan, yang mana lebih dari 1,5 juta hektar kebun sawit rakyat diklaim sebagai kawasan hutan, meskipun telah dikelola lebih dari 25 tahun.
BACA JUGA: Truk Pengangkut Sawit Terguling di Jalan Lintas Mandi Angin, Musi Rawas Utara
“Terlalu banyak lahan petani yang diklaim sebagai kawasan hutan tanpa kejelasan pengukuhan. Pemerintah harus menuntaskan masalah ini agar lahan-lahan rakyat bisa dimanfaatkan secara ekonomis,” tegas Aziz.
Aziz meminta Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, untuk fokus menyelesaikan masalah pengukuhan kawasan hutan sesuai UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, ketimbang membuat kebijakan baru yang belum terintegrasi.
“Presiden Prabowo telah menunjukkan kepedulian terhadap keberlanjutan sawit nasional. Namun, penyelesaian masalah pada kebun eksisting akan lebih efektif mendukung ketahanan pangan dan energi nasional,” pungkas Aziz.
BACA JUGA: SPKS Khawatirkan Kenaikan Pungutan Ekspor CPO Berpotensi Rugikan Petani
Dengan pengelolaan kebun sawit yang lebih baik, Aziz optimis target ketahanan pangan dan energi dapat tercapai dalam lima tahun ke depan tanpa perlu menambah luas perkebunan. (T1)