InfoSAWIT SUMATERA, JAKARTA – Marselinus Andry dari Departemen Advokasi Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menekankan pentingnya penguatan legalitas dan kelembagaan dalam mendukung petani sawit skala kecil di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa banyak petani sawit swadaya masih menghadapi tantangan terkait kepemilikan lahan dan posisi tawar dalam rantai pasok. Banyak petani hanya memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT), yang membuat posisi mereka rentan. Untuk itu, SPKS berupaya membantu petani memperoleh hak kepemilikan yang lebih kuat melalui pendataan dan sertifikasi lahan.
Marselinus memaparkan lima tahapan yang diinisiasi oleh SPKS untuk mendukung petani sawit. Pertama, SPKS melakukan pendataan dan pemetaan kebun sawit menggunakan teknologi GPS dan smartphone. Data yang dikumpulkan kemudian disimpan dalam server untuk analisis lebih lanjut, memberikan gambaran mengenai sebaran lahan sawit rakyat, legalitas lahan, dan produktivitas kebun.
Setelah tahap pendataan, SPKS mendampingi petani dalam pengurusan legalitas lahan, seperti Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB), yang penting untuk memperoleh hak kepemilikan yang formal. Marselinus menjelaskan, “Kami juga membantu mereka membangun kelembagaan seperti koperasi, yang dapat memperkuat posisi tawar mereka dalam industri sawit.”
Pelatihan juga menjadi fokus dalam tahap berikutnya. SPKS bekerja sama dengan akademisi dan peneliti untuk menyediakan materi pelatihan teknis dan manajemen kelembagaan. “Pelatihan ini akan membantu petani memahami tata kelola ekonomi dan hukum, sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam koperasi atau lembaga yang mereka bentuk,” tambahnya. Pelatihan mencakup peningkatan kapasitas, paralegal, serta pengenalan praktik keberlanjutan terkait sertifikasi sawit berkelanjutan.
Sertifikasi seperti RSPO menjadi tujuan jangka panjang bagi koperasi yang terbentuk. Saat ini, SPKS telah membantu lima koperasi memperoleh sertifikasi, dengan beberapa koperasi lainnya sedang dalam proses. “Kami menargetkan beberapa koperasi di Sulawesi akan mendapatkan sertifikasi tahun ini,” ungkapnya, pada acara FGD SAWIT BERKELANJUTAN VOL 16, bertajuk “Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Menumbuhkan Ekonomi Masyarakat Perdesaan,” yang diselenggarakan oleh media InfoSAWIT yang didukung BPDPKS, pada Jumat (1/11/2024) di Jakarta.
SPKS juga menerapkan pendekatan berbasis konservasi dengan metode High Carbon Stock (HCS) dan High Conservation Value (HCV) di Kalimantan, untuk mendukung sertifikasi berkelanjutan sekaligus melestarikan hutan dan memperkuat posisi tawar petani di pasar global.
BACA JUGA: Distanbun Aceh, Sosialisasi Rencana Aksi Daerah Kelapa Sawit Berkelanjutan di Bireuen
Dalam upaya mengintegrasikan petani ke dalam rantai pasok, SPKS menjalin kolaborasi dengan perusahaan sawit di beberapa kabupaten. “Dukungan pemerintah dan pelaku usaha sangat penting untuk mendukung petani sawit dalam menghadapi tantangan, seperti akses legalitas dan peningkatan kapasitas,” ungkap Marselinus. Ia berharap upaya ini akan memperkuat keberlanjutan sektor kelapa sawit di Indonesia dan mencapai Sustainable Development Goals (SDGs).
Sementara itu, Nugroho Kristono, Direktur Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi (CWE), menekankan peran perguruan tinggi dalam membangun sumber daya manusia (SDM) di sektor kelapa sawit. CWE, sebagai politeknik yang fokus pada industri sawit, kini menjadi pusat pelatihan SDM yang andal.