InfoSAWIT SUMATERA, KARACHI – Benar apa kata seluruh pengamat minyak nabati skala nasional dan internasional saat berbicara dalam acara Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2023 yang diselenggarakan di Nusa Dua, Provinsi Bali, mulai tanggal 1-3 November 2023 yang lalu.
Saat itu para pembicara menyebutkan kebijakan biodiesel berbasis sawit, yang dijalankan oleh Pemerintah Indonesia, bakal memengaruhi harga dan pasokan minyak nabati global di tahun 2024.
Tetapi bila tidak dikerjakan, kebijakan biodiesel itu justru mandatori alias wajib dikerjakan. Di saat yang sama, kebijakan biodiesel juga sesuai dengan tren global yang ingin adanya energi bersih atau energi.hijau (green energy).
Kondisi tersebut kembali mencuat dan menjadi pembahasan saat digelarnya acara Pakistan Edible Oil Conference yang diselenggarakan di Karachi, Pakistan (14/1/23), dan dihadiri oleh para pakar dan praktisi minyal nabati skala global.
Menimbang Nasib Bisnis Biodiesel Sawit di 2024 yang Berpotensi Terpengaruh Sikap 3 Raksasa
Seperti Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono, lalu Ketua Bidang Luar Negeri GAPKI Fadhil Hasan, analis global dari Oil World Thomas Mielke.
Selanjutnya, berdasarkan keterangan resmi yang diterima InfoSAWIT SUMATERA, Senin (15/1/1024) malam, hadir juga Director Godrej Internasional Ltd Dorab Mistri, serta terakhir adalah analis dari Glenauk Econimics, Julian Conway Mcgill.
Eddy Martono memprediksi akan terjadi stagnansi produksi kelapa sawit Indonesia di tengah permintaan domestik yang kian meningkat.
Dan hal ini diprediksi akan mengoreksi kinerja ekspor komoditas strategis nasional ini hingga lebih dari 4 persen di tahun 2024.
APICAL Dukung Pemerintah Indonesia untuk Mengembangkan SAF ke Pasar Internasional
Menurut Eddy, peningkatan produksi produksi minyal sawit paling tinggi hanya akan mencapai tidak lebih dari 5 persen.
“Jika mandatori B35 tetap diperpanjang oleh Pemerintah, maka untuk kebutuhan domestik Indonesia saja bisa mencapai 25 juta ton,” ucap Eddy Martono.
“Dengan demikian, maka ekspor kelapa sawit nasional di tahun 2024 akan berkurang 4.13 persen atau hanya sekitar 29 juta ton,” Eddy menambahkan.
Sementara itu Fadhil Hasan memaparkan bahwa selain program mandatori biodiesel, peningkatan konsumsi juga terjadi pada produk turunan sawit lain, yakni oleokemikal.
Walau Kerap Ditekan, GAPKI Yakin Sawit Tetap Tegar di Tahun 2024
Dengan demikian, kata dia, tren penurunan ekspor sebetulnya sudah terjadi sejak 2020 dengan tujuan ekspor utama yakni Tiongkok, India, Uni Eropa, Pakistan, dan Amerika Serikat (AS).
Penyebab lainnya, kata Fadhil Hasan, adalah di sisi produksi, baik produksi tandan buah segar (TBS) maupun minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang terus mengalami penurunan sejak tahun 2005.
“Periode 2005-2010 terjadi penurunan produksi sebesar 10 persen. Lalu sejak tahun 2010 hingga 2015 turun 7,4 persen, kemudian periode 2015-2020 turun 3,2 persen, dan seterusnya stagnan ” ungkap Fadhil.
Di sisi lain Thomas Mielke menjelaskan, penurunan produksi kelapa sawit memberikan pengaruh signifikan di pasar global di tengah semakin meningkatnya konsumsi dunia.
Harga Minyak Nabati Bakal Naik di 2024, Kebijakan Sawit Indonesia Sangat Dinanti
Menurutnya, industri kelapa sawit Indonesia tetap akan mendominasi pasar minyak nabati global yang menguasai 32 persen produksi minyak nabati dan 53 persen ekspor di pasar global di tahun 2024.
“Peningkatan produksi kelapa sawit dalam setahun hanya sekitar 1,7 juta ton atau bahkan kurang. Jumlah ini jauh lebih rendah dari biasanya yang terjadi dalam sepuluh tahun terakhir sejak 2020 yakni 2,9 juta ton,” kata Thomas Mielke.
Penurunan produksi utamanya dikarena turunnya produksi sawit Indonesia sebagai negara produsen dan eksportir kelapa sawit terbesar.
Begitu pula adanya El Nino atau gelombang panas ekstrem di berbagai belahan dunia di akhir tahun 2023 tidak memberikan pengaruh lebih signifikan dibandingkan penurunan produksi kelapa sawit di Indonesia.
Bulan K3: Antara Tragedi Haneda, Morowali, dan Tautannya ke Industri Perkebunan Sawit
Hal senada diungkapkan analis Glenauk Econimics, Julian Conway Mcgill, yang melihat ada banyak faktor dari Indonesia yang memberikan dampak lebih besar terhadap produksi kelapa sawit secara total ketimbang isu El Nino.
“Faktor-faktor itu yakni produksi yang rendah, program mandatori biodiesel dan juga ketidaktersediaan lahan akibat kebijakan moratorium pemberian izin kelapa sawit oleh Pemerintah Indonesia,” ucap Julian Conway Mcgill.
Terkait dengan harga, senada dengan Mielke, Director Godrej Internasional ltd, Dorab Mistri menyebutkan faktor lain di luar faktor suplai kelapa sawit Indonesia di pasar yang menurun.
“Yaitu adanya kebijakan bioenergi atau biodiesel dan sustainable Aviation fuel (SAF) di berbagai negara juga turut menjadi faktor yang akan memepengaruhi harga pasar di tahun 2024,” kata Dorab.
Belawan dan Dumai Rontok, Trisakti Moncer. Ini Harga CPO Tender KPBN Periode 15 Januari 2024
Pasalnya, sambung Dorab, hingga kini belum terlihat adanya potensi peningkatan produksi minyak nabati lainnya dengan kuantitas total yang setara.
Selain beragam faktor yang diungkapkan para pembicara, dalam konferensi yang diselenggarakan untuk keenam kalinya itu dibicarakan juga soal eskalasi geopolitik global.
Para pemateri dan peserta sepakat bahws geopolitik menjadi faktor yang tak kalah menjadi faktor dalam memoengaruhi ketidakpastian harga minya nabati global di tahun 2024.
Selain belum selesainya eskalasi di Laut Hitam antara Rusia dan Ukraina, dibicarakan juga dampak dari memanasnya Laut Merah antara Israel dan Palestina.
Meski WD, Naik Terus Harga Penawaran Palm Kernel pada Tender Astra Periode 15 Januari 2024
Dan tentu saja harus diantisipasi semua situasi geopolitik tersebut dengan sangat cermat, terutama dampaknya terhadap suplai minyak nabati dan juga ketersediaan akses logistik. (T5)