InfoSAWIT SUMATERA, JAMBI – Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam saat komoditas andalan, yakni kelapa sawit dan nikel, mendapatkan dismriminasi dalam perdagangan global.
Desakan itu disampaikan oleh Mohammad Faisal selaku Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) di laman RRI seperti dikutip InfoSAWIT SUMATERA, Minggu (7/1/2024).
Faisal bilang, Indonesia harus tetap konsisten dalam menyuarakan kepentingannya di tingkat global, termasuk dalam perdagangan komoditas sawit.
Perjuangkan Biodiesel Sawit di Pasar Ini Eropa, Indonesia Lakukan Ini ke WTO
Faisal tidak bilang Pemerintah tidak mengambil langkah-langkah yang diperlukan. Ia mengakui Pemerintah telah berjuang membela sawit.
Tetapi ia bilang sehatusnya pembelaan Pemerintah terhadap sawit dan nikel di kancah internasional harus lebih ditingkatkan lagi.
“Terutama dalam hal membela minyak saeit mentah atau crude palm oil (CPO) yang dianggap tidak ramah lingkungan oleh beberapa negara, langkah-langkah Pemerintah perlu diperkuat,” ucap Faisal.
Neng Geulis Teh Putri Buktikan Ada Kesetaraan Gender di Koperasi Bersertifikat RSPO
Menurut Faisal, Pemerintah seharusnya memperkuat diplomasi perdagangan untuk melawan tuduhan yang tidak benar.
Bahkan, kata dia, Organisasi Perdagangan World Trade Organization (WTO) sendiri mengakui bahwa hilirisasi nikel Indonesia belum optimal.
Oleh karena itu, kata dia, penting bagi Indonesia untuk memperjuangkan produk substitusi CPO dari negara-negara yang menentang kebijakan ekspor Indonesia.
Dukung ISPO, Indonesia Ajak Negara Konsumen CPO untuk Lakulan Ini
Faisal juga menyebutkan bahwa negara-negara maju seperti yang ada di benua Eropa, memiliki komoditas pengganti seperti minyak bunga matahari dan minyak kacang kedelai.
“Mereka dapat menggunakan pembatasan perdagangan untuk mencegah Indonesia naik kelas,” beber Faisal.
Caranya, kata dia, adalah dengan menolak kebijakan ekspor manufaktur yang dapat memberikan nilai tambah lebih besar.
Soal EUDR, Ini Pesan Presiden Jokowi ke PM Belanda Mark Rutte
Sebagai contoh, persaingan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok memperlihatkan bagaimana negara-negara menggunakan tarif untuk menjaga dominasi di sektor industri tertentu.
“Hal ini harus menjadi perhatian bagi Indonesia dalam menghadapi diskriminasi perdagangan,” Faisal menyarankan.
Meskipun larangan ekspor bijih nikel memberikan kerugian jangka pendek, Faisal meyakini bahwa kebijakan hilirisasi nikel telah membantu menjaga neraca perdagangan Indonesia tetap surplus.
Hal ini menunjukkan pentingnya Indonesia untuk terus berupaya mengoptimalkan hilirisasi dalam sektor nikel dan melindungi kepentingan perdagangan negara.(T5)