InfoSAWIT SUMATERA, SEI KARANG – Ilmu dan praktek budidaya perkebunan kelapa sawit memamg sangat wajib dikuasai dan dipraktekan oleh para pelaku, baik petani, planters, maupun di pihak manajemen perusahaan perkebunan sawit.
Tetapi, selain itu, ternyata ada hal yang tak kalah pentingnya yang wajib dikuasai dan dipahami oleh para pelaku usaha sawit.
Yakni faktor keberadaan masyarakat atau komunitas di dalam dan di sekitar perkebunan kelapa sawit.
“Faktor inilah yang membuat kami memutuskan untuk memasukan ilmu antropologi dalam mata kuliah di kampus ITSI,” ucap Rektor Institut Teknologi Sawit Indonesia (ITSI), Purjianto.
Paparan tersebut dikatakan Rektor saat bersama InfoSAWIT SUMATERA mengunjungi kampus II ITSI di Desa Sei Karang, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Selasa (12/12/2023).
Saat itu Rektor didampingi Kepala Biro Rekorat ITSI Ira Marzuti Isra SE ME, dan disambut oleh Hari Gunawan SST MP selaku salah satu pengurus kampus ITSI di Sei Karang.
Rektor ITSI Medan Berganti dari Aries Sukariawan ke Purijianto
Rektor Purjianto mengatakan, ilmu antropologi memberikan banyak manfaat bagi para alumni ITSI ketika mereka audah bekerja atau membuka perkebunan sawit di luar wilayah tempat tinggalnya selama ini.
“Jujur saja, pelaku industri sawit nasional kita selama ini kan umumnya berasal dari Pulau Jawa dan Sumatera. Yang dari Sumatera pun umumnya berasal dari Provinsi Sumatera Utara, termasuk dari ITSI,” beber Rektor.
“Nah, mereka ini menyebar ke berbagai sentra sawit di seluruh Indonesia, termasuk ke tiga pulau besar lainnya, yakni Kalimantan, Sulawesi, serta Papua,” ucap Rektor ITSI.
Soal PSR dan Kawasan Hutan, SAMADE Sampaikan Ini ke Dirjenbun
Ia bilang, biasanya ada perbedaan kultur dan bahasa antara alumni ITSI saat mengabdikan diri dengan masyarakat yang tinggal di sekitar perusahaan perkebunan sawit.
“Pemahaman antropologi menjadi mutlak dan perku dikuasai agar para alumni ITSI bisa cepat memahami apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika berinteraksi dengan pekerja atau masyarakat lokal yang berasal dari sekitar perkebunan,” kata dia.
“Pemahaman akan antropologi itu juga membuat kami di ITSI mewajibkan para mahasiswa agar tahu caa meminta tolong, meminta maaf, atau mengucapkan terimakasih ke pekerja atau masyarakat lokal di sekitar perkebunan,” ia menambahkan.
Aspek-PIR Menilai Ditjenbun Serius Kerjakan Program PSR, Termasuk yang Terkait Problem Ini
Di samping itu, pihaknya pun mengajarkan agar para alumni ITSI ketika di bekerja di perusahaan sawit untuk beradaptasi dengan kegiatan adat dan religi warga sekitar.
Alumni ITSI yang Muslim atau Kristen, ucapnya, harus bisa cepat beradaptasi dan mengikuti kegiatan keagamaan dengan pekerja atau masyarakat lokal agar tercipta keakraban dan kerukunan.
Purjianto bilang, nampaknya hal tersebut sepele, tetapi ternyata ketika dipraktekan sangat besar manfaatnya bagi para alumni ITSI.
Nasib Jomblang Harga CPO dan Palm Kernel Mitra Swadaya Riau Periode 13-19 Desember 2023
“Setidaknya hal tersebut mengurangi, meminimalisir, atau bahkan mampu meniadakan faktor resistensi atau penolakan dari pekerja atau warga lokal di sekitar perkebunan sawit,” ucap Rektor.
ITSI, ucap Rektor, telah banyak mendapatkan kisah dan pengalaman dari para alumni yang bekerja di perusahaan perkebunan sawit di tiga pulau besar di luar Pulau Sumatera, dan sukses beradaptasi dengan pekerja dan warga lokal.
“Jadi, kesuksesan yang kami maksid di sini bukan hanya soal karir alumni naik di perusahaan sawit. Atau, para alumni suksss membuka dan mengembangkan perkebunan sawit sendiri,” ucap Rektor.
Angka Cantik, Harga CPO Tender KPBN Periode 12-12- 2023 Juga Cantik
“Sukses yang kami maksud di sini adalah ketika para alumni ITSI mampu beradaptasi dan membuat pekerja atau masyarakat akrab dengan perusahaan perkebunan sawit,” kata dia.
Semua itu, kata Rektor, berkat penguasaan dan pembelajaran ilmu antropologi oleh para alumni ketika menjadi mahasiswa dan mahasiswi di kampus ITSI. (T5)