InfoSAWIT SUMATERA, PEKANBARU –
Dua peneliti asing dari Republik Federal Jerman dan Amerika Serikat sedang berupaya mencari limbah atau biomassa kelapa sawit untuk dijadikan sumber energi baru dan terbarukan (EBT).
Nantinya EBT berbahan sawit itu akan digunakan sebagai bahan energi pengganti energi batu bara yang selama ini dipakai di industri tekstil.
Kedua peneliti asing tersebut adalah
Dr Guido Reinhardt dari Institute for Energy and Enviromental Research (IEER), dan Bernhard Wern dari Institut für ZukunftsEnergie und Stoffstromsysteme (IZES).
PTPN V dan PT RPN Kembangkan Sistem yang Bisa Cegah Losses CPO di PKS
Di lembaganya, Dr Guido Reinhardt menduduki posisi sebagai Scientific Director, sementara Bernhard Wern adalah Head of Department Material Flow Management di IZES.
Dari keterangan resmi yang diperoleh InfoSAWIT SUMATERA, Senin (6/11/2023), disebutkan bahwa kedua peneliti itu akhirnya mendatangi pihak PTPN V untuk mencaritahu lebih jauh tentang EBT berbasis biomassa sawit.
Dalam kunjungan itu mereka berdua disambut langsung oleh Kepala Bagian (Kabag) Perencanaan Sustainability dan Teknologi Informasi PTPN V Ifri Handi Lubis dan jajarannya.
“Kami memiliki keinginan untuk memgganti eneegi batu bara yang selama ini dipakai pada industri tekstil dengan sumber energi yang sustainable, yakni biomassa yang dihasilkan PTPN V,” kata Dr Guido Reinhardt.
Guido mengapresiasi pendekatan anak perusahaan Holding Perkebunan Nusantara III Persero itu dalam memanfaatkan EBT melalui pengolahan limbah cair sawit.
Guido menjelaskan bahwa PTPN V telah memanfaatkan EBT dengan sangat baik dalam beberapa waktu terakhir.
Total Produksi CPO PTPN V Lebih Setengah Juta Ton, Mayoritas untuk Dalam Negeri
Keberhasilan tersebut membawa dia untuk mengunjungi perusahaan yang memanfaatkan EBT terbesar di seluruh PTPN Group tersebut.
Ia telah menyaksikan langsung intalasi pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg) milik PTPN V yang ada di Unit Kebun Tandun.
“Kami ingin melihat langsung bagaimana pendekatan PTPN V dalam memanfaatkan EBT,” ujarnya.
Sawit Rakyat Online, Aplikasi PTPN V yang Bikin Petani Gampang Dapat Bibit Unggul
Meski begitu, ia mengakui bukan hal yang mudah untuk mengubah kebiasaan banyak pihak yang swlama ini memggunakan energi kurang ramah lingkungan ke energi yang lebih ramah lingkungan.
“Butuh waktu paling tidak 5 tahun, untuk bisa mengubah bahan bakar berbasis batu bara ke yang lebih ramah lingkungan,” ujar Benhard.
Pihaknya berharap energi yang berkelanjutan menjadi tulang punggung untuk industri, terutama tekstil, di masa mendatang.
Dengan demikian, kata dia, nanti akan terbangun kekuatan ekonomi untuk dua pihak, yakni Indonesia bisa kirim produk ke pasar Eropa, dan Eropa juga bisa masuk ke pasar Indonesia,” paparnya.(T5)