InfoSAWIT SUMATERA, JAKARTA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkapkan sejumlah alasan di balik keputusan untuk menaikan atau menguatkan harga referensi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) periode 1-15 November 2023.
“Peningkatan HR CPO ini dipengaruhi beberapa faktor,” ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kemendag, Budi Santoso, dalam keterangan resmi yang diterima InfoSAWIT SUMATERA, Rabu (1/11/2023) malam.
Di antaranya, kata dia, yaitu terdapat kenaikan permintaan terutama dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT), lalu terjadi pelemahan mata uang Ringgit Malaysia terhadap Dolar Amerika Serikat (USD).
“Dan di saat yang sama terjadi peningkatan harga minyak mentah dunia,” ucap Budi Santoso dalam keterangan resminya tersebut.
Budi kemudian mengakui bahwa kalau saat ini harga referensi CPO meningkat yang menjauhi ambang batas sebesar USD 680 per metrik ton (MT).
Untuk itu, kata dia, merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang berlaku saat ini, maka Pemerintah mengenakan bea keluar CPO sebesar USD 18 per metrik ton (MT).
Untuk Periode 1-7 November 2023, Naik Harga CPO dan Palm Kernel Mitra Plasma Sumut
Kemudian, sambungnya, pungutan ekspor CPO sebesar USD 75 per MT. Baik BK maupun PE CPO berlaku untuk periode 1—15 November 2023.
Sebelumnya Budi Santoso mengatakan bahwa penetapan harga referensi dilakukan untuk penetapan bea keluar (BK) dan pungutan ekspor (PE) CPO.
Perlu diketahui bahwa BK CPO dilaksanakan langsung oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu), sementara PE CPO merupakan sebuah tarif layanan yang dilaksanakan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Lembaga ini merupakan sebuah Badan Layanan Umum (BLU) yang berada di bawah Direktorat Jenderal (Ditjen) Perbendaharaan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).(T5)