InfoSAWIT SUMATERA, MEDAN – Pengembangan beragam produk oleokimia berbahan sawit, baik fraksi cair maupun padat, yang dilakukan Indonesia diyakini bakal terbebas dari banned atau pelarangan oleh pihak Uni Eropa (UE).
Keyakinan tersebut diungkapkan oleh
Prof Dr Erliza Hambali selaku
Kepala Divisi (Kadiv) Teknologi Proses, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) University.
Hal itu dia katakan dalam konferensi pers yang turut dihadiri InfoSAWIT SUMATERA di sela-sela acara workshop bertajuk “Oleokimia dari Minyak Sawit : Potensi dan Tantangan” yang diselenggarakan di Santika Premiere Dyandra Hotel, Medan, Selasa (31/10/2023).
Perkembangan yang Terjadi pada Industri Oleokimia Jadi Perhatian SBRC IPB dan BPDPKS
Kegiatan tersebut diadakan oleh Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC IPB University) bersama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan PT. Industri Nabati Lestari.
Sebagai informasi, kegiatan ini merupakan rangkaian dari kegiatan workshop yang akan dilaksanakan di tiga kota yaitu Bogor, Medan dan Balikpapan.
Kata Erliza, bila dibandingkan beragam produk oleokimia berbahan minyak bumi atau fosil, maka produk oleokimia berbahan sawit jauh lebih ramah lingkungan.
Ini Kata Winarno dari Desa Sidorejo Lampung Soal Manfaat Rumah Sawit Karya PKGA IPB
“Oleokimia berbahan sawit berpotensi terbebas dari banned UE karena kompetitor oleokimia sawit adalah oleokimia minyak bumi,” kata Erliza.
“Logikanya begini, soal isu lingkungan, akan dipertanyakan mana yang sebenarnya merusak lingkungan, tanaman sawit atau eksplorasi tambang minyak bumi?” kata dia lagi.
Kemudian, sambung Erliza, jika dikaitkan dengan isu emosi gas rumah kaca (GRK), maka oleokimia minyak bumi yang menjadi penyumbang terbesar ketimbang oleokimia berbahan sawit.
Kini Ada Rumah Sawit Karya PKGA IPB, Sudah Diterapkan di Sumut, Lampung, dan Kalteng
Sebelumnya dalam keterangan resmi Erliza mengatakan bahwa selain sebagai penyumbang devisa, industri turunan kelapa sawit juga menyediakan lapangan pekerjaan yang besar, yang mampu menyerap 4,53 juta tenaga kerja petani.
Kata dia, komoditas kelapa sawit termasuk dalam 10 kelompok komoditas unggulan Indonesia yang didorong oleh pemerintah untuk digiatkan proses hilirisasi dan peningkatan daya saingnya.
“Hilirisasi industri kelapa sawit terutama untuk industri berorientasi ekspor diperlukan, mengingat pertumbuhan impor tahun 2019 sebesar 7,1 persen yang masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekspor yang sebesar 6,3 persen,” tegasnya.
Buku “Mitos Vs Fakta: Industri Minyak Sawit Indonesia” Sukses Bikin Heboh IPB University
Oleh karenanya, kata dia, melalui upaya hilirisasi industri kelapa sawit, diharapkan dapat meningkatkan perolehan devisa dari kelapa sawit dan nilai tambah produk kelapa sawit dapat dinikmati oleh semua stakeholder di Indonesia. (T5)