InfoSAWIT SUMATERA, JAKARTA – Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Transisi Bersih mengapresiasi dan mendukung langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
Khususnya dalam proses pengusutan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dana sawit di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) periode 2015- 2022.
Pihak Koalisi Transisi Bersih juga meminta penanganan dugaan penyelewengan dana sawit terkait insentif biodiesel dan perbuatan melawan hukum dalam penentuan harga indeks pasar (HIP) biodiesel dibuka secara transparan ke publik.
Hal itu disampaikan pihak Koalisi Transisi Beraih dalam surat keterangan resmi yang diterima InfoSAWIT SUMATERA, kemarin.
Sawit Watch Gugat Upaya Pengampunan Kebun Sawit dalam Kawasan Hutan
Pihak Koalisi Transisi Bersih melihat
meski sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan sejak tanggal 7 September 2023 yang lalu, penyidik belum menetapkan tersangka dalam kasus ini.
Di perkara ini, pihak Koalisi Transisi Bersih melihat Jaksa juga menyasar korporasi yang diduga terlibat.
Kejaksaan Agung, kata pihak Koalisi, sejauh ini sudah memanggil 23 saksi untuk diperiksa, beberapa di antaranya adalah sejumlah petinggi perusahaan sawit.
Dukungan daei pubak Koalisi Transisi Beraih ini dilakukan mengingat dalam pemberian subsidi biodiesel selama ini hanya menguntungkan segelintir korporasi besar industri sawit dan merugikan petani sawit di Indonesia.
Dugaan Korupsi Dana BPDPKS, Petinggi Wilmar, APROBI, Hingga Kementerian ESDM Jalani Pemeriksaan
BPDPKS, kata mereka, sedianya merupakan badan layanan umum yang dibentuk pada 2015 berdasarkan amanat pasal 93 UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Koalisi bilang BPDPKS dibentuk untuk menghimpun dana dari para pelaku usaha perkebunan. Lembaga tersebut menghimpun dana dari penerimaan pungutan ekspor kelapa sawit.
Menurut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit, dana yang dihimpun oleh BPDPKS semestinya digunakan untuk membiayai program peremajaan sawit rakyat (PSR).
Kemudian program sarana dan prasarana (sarpras) perkebunan kelapa sawit, pengembangan sumber daya manusia (SDM), penelitian dan pengembangan (litbang).
Berikutnya, promosi dan kemitraan, pemenuhan kebutuhan pangan dan hilirisasi industri, serta penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati.
Namun kenyataannya, kata pihak Koalisi, dana sawit justru mayoritas diperuntukkan untuk subsidi biodiesel dan mengabaikan fungsi lainnya.
Sejak tahun 2015 hingga 2023 penggunaan dana perkebunan sawit yang dikelola BPDPKS menunjukkan alokasi yang timpang dan sarat akan indikasi korupsi.
Padahal, kata Koalisi, kajian Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS 2023) menunjukkan bahwa penggunaan dana perkebunan sawit untuk kepentingan subsidi biodiesel berkontribusi sangat kecil.
Sawit Watch Miris Melihat Nasib SIPERIBUN, Situs Tempat Self Reporting Pelaku Usaha Sawit
Khususnya dalam meningkatkan pertumbuhan output untuk semua sektor ekonomi yaitu sebesar 1,20 persen, dibandingkan penggunaannya untuk pengembangan perkebunan sawit yaitu sebesar 1,32 persen untuk semua sektor ekonomi.
Jika dana ini sejak awal dipergunakan untuk program-program sesuai amanat UU perkebunan, maka secara signifikan akan berkontribusi pada pertumbuhan output sektor perkebunan sawit yaitu tumbuh mencapai 32,31 persen.
Sedangkan penggunaan dana untuk subsidi biodiesel hanya mampu meningkatkan pertumbuhan output sektor perkebunan sawit sebesar 3,2 persen.
Mereka bilang data ini menunjukan bahwa secara ekonomi, penggunaan dana perkebunan sawit sesuai mandat UU Perkebunan akan memberikan kontribusi yang besar tidak hanya terhadap pertumbuhan output secara agregat.
Sawit Watch: Dua Pasal UUCK yang Dipakai Pemerintah Abaikan Proses Pidana, dan Itu Preseden Buruk
Tetapi juga memberikan kontribusi yang besar terhadap pengembangan sektor perkebunan sawit di Indonesia.
Direktur Sawit Watch, Achmad Surambo, mengatakan alokasi dana sawit untuk subsidi biodiesel sudah dilakukan sejak program B20 hingga B35 dan subsidi ini telah memberikan keuntungan besar.
Khususnya, kata dia, bagi 10 grup perusahaan sawit penerima subsidi selama periode 2019-2021, di antaranya Wilmar sebesar Rp 22,56 triliun, Musim Mas Rp 11,34 triliun.
Lalu, Royal Golden Eagle Rp 6,41 triliun, Sinar Mas Rp 5,53 triliun, Permata Hijau Rp 5,52 triliun, Darmex Agro Rp 5,4 triliun.
“Berikutnya Louis Dreyfus Rp 2,9 triliun, Sungai Budi Rp 2,56 triliun, Best Industry Rp 2 triliun, dan First Resources Rp 1,9 triliun,” kata
Surambo.
Lebih lanjut Achmad Surambo mengatakan, total pungutan ekspor CPO pada periode tahun 2019-2021 mencapai angka Rp 70,99 triliun.
Dalam periode 2019-2021 tersebut, dana subsidi yang disalurkan kepada grup perusahaan sawit yang terintegrasi dengan Badan Usaha – Bahan Bakar Nabati (BU-BBN) jenis biodiesel sebesar Rp 68 triliun.
“Wilmar menjadi grup yang paling
diuntungkan dari subsidi biodiesel dengan penerimaan hampir 3 kali lipat dari jumlah pungutan ekspor yang dihimpun oleh BPDPKS,” kata Surambo.
Industri Sawit Banyak Sumbang Devisa, tapi Sarat Ketidakadilan Gender
Ia bilang, selisih antara pungutan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan subsidi biodiesel, Wilmar memperoleh surplus sebesar Rp 14,8 triliun.
Hal yang lebih ironis, kata dia, surplus yang diterima oleh perusahaan sawit besar seperti Wilmar, tidak sebanding dengan alokasi dana sawit untuk kebutuhan dasar petani sawit.
Dalam periode tahun 2015-2019, Surambo katakan realisasi untuk program PSR hanya sebesar Rp 2,7 triliun, pengembangan SDM sebesar Rp 140,6 miliar, dan pengadaan sarana- prasarana sebesar Rp1,73
miliar.
Jika ketiganya digabungkan, totalnya bahkan tidak mencapai 10 persen dari total dana Rp 47,28 triliun yang dihimpun BPDPKS dalam periode tersebut.
Waduh, Kasus Minyak Goreng Berbuntut Panjang. Seorang Menteri Jokowi Diperiksa Kejaksaan Agung
Oleh sebab itu, Direktur Eksekutif Satya Bumi, Andi Muttaqien, menyebutkan dalam perkara ini, penyidik mesti mendalami tujuan dibentuknya lembaga BPDPKS dengan realita yang terjadi dalam kurun waktu 2015-2022.
“Dana BPDPKS harus dikembalikan sesuai khittahnya yaitu pembiayaan lebih banyak ke hulu untuk peremajaan, pelatihan dan pengembangan SDM, pembiayaan untuk penelitian dan pengembangan yang membuat produktivitas petani naik,” kata dia.
Dengan demikian, ujarnya, petani sawit bisa naik kelas dan masuk dalam ekosistem komersial dalam jangka panjang.
Dalam momentum peringatan Hari Tani Nasional yang diperingati setiap 24 September, Andi mengingatkan bahwa kedaulatan petani sawit akan sangat menentukan perkembangan industri sawit dan mendorong pembangunan ekonomi nasional.
Puluhan Kasus Pencurian Sawit Milik PTPN IV Diampuni Polisi, Tersangka Disuruh Begini!
“Maka iuran dana sawit harusnya menjadi subsidi bagi petani sawit, bukan malah dinikmati korporasi besar, pungutan ekspor dari perusahaan semestinya tidak kembali lagi ke perusahaan,” tegasnya.(T5)