InfoSAWIT SUMATERA, KARANG BARU – Pernahkah bapak dan ibu sebagai petani sawit swadaya di seluruh Indonesia mendapatkan duit hampir atau mencapai Rp 1 miliar dari fee atau insentif sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO)?
Jika belum pernah, coba kita tanya kepada para petani sawit swadaya yang tergabung dalam organisasi Petani Kelapa Sawit Tenggulun Lestari (Pesatri), Kecamatan Tenggulun, Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh.
Izuddin, Sekretaris Forum Multi Pihak (Multi Stakeholder Forum) Pusat Unggulan Perkebunan Lestari (PUPL) Kabupaten Aceh Tamiang, bercerita kepada InfoSAWIT SUMATERA melalui sebuah keterangan resmi, kemarin.
Kata dia, setahun yang lalu, tahun 2022, PUPL berhasil meloloskan Pesatri Tenggulun yang beranggotakan 372 petani swadaya dan mengelola 600 hektar (Ha) kebun sawit menjadi kelompok petani swadaya pertama di Provinsi Aceh yang mendapatkan dua sertifikasi sawit berkelanjutan.
Luarbiasa Petani Sawit Tenggulun, Sekali Mendayung Sertifikat ISPO-RSPO Terlampaui
Dua sertifikat itu yang diraih Pesatri, kata dia, adalah sertifikat nasipnal Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan sertifikat internasional Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
“Perlu publik ketahui kalau kelompok Pesatri Tenggulun telah mendapatkan premium fee RSPO yang perdana di tahun 2023 ini. Jumlah fee tersebut sebanyak Rp 930 juta, hampir mencapai Rp 1 miliar,” ucap Izuddin.
Nah, jika ditambahkan dengan 4 koperasi yang saat ini sedang dalam proses sertifikasi, Izuddin katakan PUPL optimis di akhir 2023 Kabupaten Aceh Tamiang akan memiliki 2.201 petani bersertifikasi ISPO dan RSPO dengan luas areal tersertifikasi sekitar 3.000 Ha.
Sekadar mengingatkan saja, 4 koperasi yang dimaksud Izuddin saat ini sedang menjalani proses sertidkasi dari dua lembaga sertifikasi yaitu British Standards Institution (BSI) dan PT. Mutu Agung Lestari, Tbk.
Aceh Tamiang Layak Dicatat dalam Sejarah Pembinaan Petani Sawit Berkelanjutan
Izuddin mengatakan 4 koperasi tersebut yaitu Koperasi Palm Lestari Tamiang yang beranggotakan 350 petani, memiliki 455 persil kebun sawit dengan total luas 520 Ha.
Lalu, Koperasi Bumi Sawit Tamiang (527 petani, 773 persil dengan luasan 870,65 Ha), Koperasi Sawit Muda Sedia (543 petani, 761 persil dengan luasan 718,27 Ha).
“Serta Koperasi Tamiang Sawita Lestari yang terdiri dari 409 petani, 465 persil dengan luasan 490,37 Ha kebun sawit,” papar Izuddin.
Pihaknya sangat yakin untuk 4 koperasi yang sedang dalam proses sertifikasi diperkirakan masing – masing nantinya bisa mendapatkan premium fee RSPO di atas Rp 1 miliar per tahun.
Sekali Mendayung, PUPL Antarkan 1.829 Petani di Aceh Tamiang Dapat Sertifikat ISPO dan RSPO
Selain capaian di atas, ujarnya, untuk tahun 2023 ini PUPL juga sedang mempersiapkan pendampingan lanjutan untuk 3.000 petani kelapa sawit swadaya lain yang ditargetkan akan mendapatkan sertifikasi ISPO dan RSPO di akhir 2024.
Izuddin lalu berkisah, sejak tahun 2020 yang lalu, PUPL mulai menjalankan program pendampingan kepada pekebun kelapa sawit swadaya di Aceh Tamiang.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan para pekebun melalui perbaikan teknis budidaya, perbaikan rantai pasok serta mendorong dan memfasilitasi pekebun untuk mendapatkan insentif pasar.
Tetapi ia mengatakan kegiatan itu aesungguhnya adalah kerja gotong-rotong atau kolaborasi dari banyak pihak, seperti dari dinas terkait di ajaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tamiang.
Dibimbing PUPL, Petani Sawit dari Aceh Tamiang Mampu Ciptakan Aplikasi Pupuk Bio Aktivator
Berikutnya adalah dari kalangan aktivis NGO, buyer atau pembeli produk turunan kelapa sawit, asosiasi petani sawit.
Kemudian, sambung Izudin, pihak perusahaan sawit setempat, serta elemen sipil lainnya yang tergabung dalam wadah multipihak PUPL.
Ia menambahkan, beberapa institusi juga berkontribusi aktif dalam inisiatif PUPL, yakni Badan Perencanaan dan Pembanginan Daerah (Bappeda), Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan (Distanbunnak).
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), Agraria Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Yayasan Indonesia Dagang Hijau (IDH), Forum Konservasi Leuser.
Hanya Satu Pabrik Sawit di Kabupaten Aceh Tamiang yang Patuhi Aturan Soal Limbah
Kalangan Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), perusahaan global Unilever dan Pepsico, Musim Mas, lembaga kajian dan pendampingan Koompasia Enviro Institute.
“Serta didukung juga oleh beberapa perusahaan sawit di Aceh Tamiang seperti PT Socfindo, PT Semadam, PT Patisari, dan PT BSG,” ujar Izuddin.
Ia memastikan kalau program pendampingan yang dilaksanakan PUPL mengedepankan partisipasi dan kerjasama multipihak yang berperan aktif dalam semua kegiatan sesuai dengan kewenangan dan kapasitasnya.
“Kami yakin kalau program sertifikasi ISPO dan RSPO yang diinisiasi oleh PUPL akan memberikan banyak manfaat bagi bagi petani kelapa sawit swadaya di Aceh Tamiang,” ucap Izuddin.
Demi RSPO, Petani Lansia Ini Ikuti Pelatihan yang Diselenggarakan Asosiasi Binaan Asian Agri
Termasuk, kata dia, melalui peningkatan pengetahuan budidaya sawit yang diharapkan akan memberikan peningkatan kualitas dan produksi tandan buah segar (TBS) sawit.
“Serta diharapkan mampu mendorong peningkatan harga dan pendapatan tambahan melalui premium fee RSPO yang diberikan kepada para pegani setiap tahunnya,” tegas Izuddin.(T5)