InfoSAWIT SUMATERA, JAKARTA – Industri pengolahan makanan dan minuman (mamin) di Indonesia berpotensi terimbas dampak dari penerapan regulasi antideforestasi Uni Eropa atau EUDR.
Padahal sudah terbukti kalau selama ini industri mamin memainkan peran yang sangat penting dalam menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Hal ini dibuktikan dari kontribusi sektor mamin pada triwulan I tahun 2023 sebesar 38,61 persen terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) industri pengolahan nonmigas dan 6,47 persen terhadap PDB nasional.
Sebenarnya EUDR Itu Ditujukan ke Siapa, Wahai Tuan dan Puan di Uni Eropa?
Untuk mengantisipasi dampak dari penerapan EUDR, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Putu Juli Ardika, menyampaikan satu masukan yang penting.
Menurut Putu, proses digitalisasi di bisa membawa efek yang sangat positif bagi sektor industri mamin nasional dalam upaya meningkatkan nilai ekspornya.
Dari keterangan resmi yang diterima InfoSAWIT SUMATERA, Kamis (20/7/2023), disebutkan hal itu disampaikan oleh Putu Juli Ardika dalam acara “Kick Off Pendampingan Industri 4.0 Sektor Industri Makanan dan Minuman” di Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Ini Bocoran Tips Cara Menghadapi Regulasi Uni Eropa yang Menghambat Produksi Sawit Asal Indonesia
Sebagai informasi, EUDR adalah regulasi yang dikeluarkan oleh Uni Eropa yang menegaskan kalau setiap produk, termasuk yang menggunakan bahan minyak sawit, tidak diproses dengan cara merusak hutan.
Untuk produk makanan dan minuman, EUDR menegaskan pihak industri terkait harus bisa membuktikan kalau mereka tidak menggunakan bahan baku, misalnya minyak sawit, yang juga bukan daei prosws deforestasi.
Putu Juli Ardika berkata, EUDR telah memaksa para pelaku industri di Indonesia, seperti sektor makanan dan minuman, untuk menunjukkan bukti sertifikasi dan verifikasi bahwa produknya tidak berdampak pada deforestasi.
Ini yang Dilakukan Indonesia Hadapi Aturan Due Diligence Sawit Ala Uni Eropa
“Melalui digitalisasi, kita bisa melakukan traceability atau penelusuran terhadap produk-produk kita untuk bisa menembus pasar ekspor,” kata Putu Juli Ardika.
Pihaknya meyakini kalau industri makanan dan minuman di Indonesia bisa melakukan digitalisasi dengan baik dalam proses produksi.
Hal ini, kata dia, aangat penting guna memastikan proses ketelusuran terhadap bahan baku yang tidak berdampak pada deforestasi seperti yanh disyaratkan dalam EUDR.
Kata dia, upaya digitalisasi ini telah dijalankan oleh pelaku industri pengolahan susu di dalam negeri, mulai dari peternakan, tempat pengumpulan susu, hingga pada proses pengolahan.
Putu mengingatkan, berdasarkan peta jalan “Making Indonesia 4.0”, industri mamin merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan dalam penerapan transformasi digital.
Langkah strategis ini, kata dia, diyakini menjadikan industri mamin nasional berdaya saing global, karena mengurangi ketergantungan bahan baku impor dan dipacu untuk meningkatkan ekspor.
Uni Eropa Melunak Terkait EUDR, Bersedia Melakukan Ini Bersama RI dan Malaysia
“Peta jalan Making Indonesia 4.0 tidak hanya fokus pada aplikasi teknologi, tetapi juga berorientasi pada pengembangan sumber daya manusia (SDM) serta penelitian dan oengembangan atau research and development (R&D) di sektor industri,” tegas Putu Juli Ardika.(T5)