InfoSAWIT SUMATERA, MEDAN – Saat terjadi pandemi Covid-19 yang menyerang di seluruh dunia, sektor pertanian ternyata mampu menjadi tumpuan hidup umat manusia yang saat itu disuruh Pemerintah untuk berdiam diri di rumah masing-masing.
Di Indonesia, salah satu subsektor dalam pertanian yang menjadi tumpuan hidup masyarakat dan bangsa Indoneaia secara umum adalah subsektor perkebunan kelapa sawit.
Subsektor kelapa sawit ini bahkan didgdaya menjadi penopang devisa negara selama pandemi Covid-19 berlangsung selama sekitar 3 tahun, yakni sejak tahun 2020 sampai 2022.
“Namun pascapandemi atau sejak Covid-19 bisa ditangani dan akhirnya mereda, kami malah melihat terjadi pengelompokan usaha, terjadi oligarki di bidang pertanian, pangan, dan perkebunan, termasuk sawit,” kata Ridho Pamungkas di Medan, Selasa (13/6/2023).
Pria yang kini menjadi Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Wilayah (Kanwil) I Sumatera bagian Utara (Sumbagut) ini mengatakan hal itu kepada puluhan wartawan di Kota Medan.
Petani Sawit Curiga, Kenapa Syarat Dana PSR Lebih Rumit Ketimbang …
Saat itu Ridho Pamungkas didampingi oleh Kepala Bidang Penegakan Hukum (Kabid Gakkum) Teuku Harris Munandar dan Kabid Kajian dan Advokasi Shobi Kurnia.
Kata Ridho, banyak kalangan di industri sawit yang semakin kuat mengonsolidasikan anak usahanya, dari hulu sampai hilir. Bahkan terjadi juga praktek merger atau akuisi dalam industri sawit.
Tetapi di saat yang sama konsolidasi usaha, termsauk merger dan akuisisi, yang menciptakan oligarki itu justru semakin susah dijangkau oleh power Pemerintah.
Pihaknya pun melihat hal itu, termasuk upaya oligarki di berbagai sektor, termasuk perkebunan sawit, yang secara perlahan tapi pasti memindahkan kantor pusat dari Indonesia ke luar negeri dan mengubah status menjadi penanam modal asing (PMA).
“Sedih juga melihat sikap oligarki itu yang kebun sawitnya di Indonesia taoi kantor pusatnya di luar negeri,’ kata Ridho Pamungkas.
Saat Sosialisasi, Ini yang Disampaikan Diskop UKM Sumut ke KPPU
KPPU, kata Ridho, tidak punya cukup power untuk melakukan penyelidikan atas dugaan praktek oligarki tersebut selain hanya bersifat koordinasi dengan otoritas di negara tetangga.
“Salah satu yang membuat KPPU tak berdaya adalah regulasi soal merger dan akuisi yang berlaku di Indonesia, yang berbeda dengan yang ada di luar negeri,” kata Ridho Pamungkas.
Di Indonesia, Ridho bilang yang berlaku adalah post notification atau boleh melakulan merger atau akuisi sebuah perusahaan, termasuk perusahaan sawit, dan setelah itu dilaporkan ke KPPU.
Nah, sementara di luar negeri justeu kebalikannya, yakni pra notifications atau melaporkan terlwbih dahulu ke pihak otoritas tentang rencana merger dan atau akuisisi teehadap sebuah usaha.
Ini Perusahaan Minyak Goreng yang Didenda KPPU Puluhan Miar Rupiah
“Sehingga, di luar negeri itu, kalau pihak otoritas menilai rencana merger atau akuisi itu berpotensi tidak menyehatkan persaingan usaha, maka rencana itu bisa dibatalkan. Begitu juga sebaliknya,” tegas Ridho Pamungkas, Kepala KPPU Kanwil I Sumbagut.(T5)