InfoSAWIT SUMATERA, BOGOR – Salah satu keluhan yang kerap muncul dalam budidaya perkebunan kelapa sawit adalah tandan buah segar (TBS) sawit yang terlalu cepat dipanen.
Biasanya, walau tidak selalu, problem ini muncul di lingkungan petani sawit yang kerap memanen TBS lebih cepat dari biasanya dengan beragam latar belakang atau alasan.
Ada yang karena membutuhkan biaya hidup atau biaya sekolah anak, atau ada juga yang memang tidak terlalu paham kapan TBS harus dipanen.
Terkait Lahan Gambut, Ini Pesan Pakar dari Belanda ke Petani Sawit di Siak
Tapi jangan khawatir. Urusan panen TBS bisa maksimal, stakeholder sawit, khususnya petani, tidak akan kesulitan lagi untuk memutuskan kapan bisa panen atau tidak.
Berdasarkan keterangan resmi yang diterima InfoSAWIT SUMATERA, Senin (27/3/2023), problem penentuan masa panen TBS itu akan bisa diatasi oleh si mungil Aurora.
Ini adalah sebuah robot hasil ciptaan sejumlah mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), khususnya dari Departemen Teknik Mesin dan Biosistem.
Tahun Ini BPDPKS Tingkatkan Penerima Beasiswa Dua Kali Lipat
Aurora sendiri bukanlah nama manusia, melainkan merupakan sebuah singkatan dari Autonomous Mobile Robot.
Para mahasiswa pencipta robot mungil Aurora ini adalah Yudha Putra Arisandy, Hari Agung Pratama, dan Nissa Adiarifia.
Robot ini dapat memantau kelapa sawit untuk mengetahui tingkat kematangan tandan kelapa sawit di lahan dan menentukan waktu panen yang optimal.
“Robot ini diciptakan justru terinspirasi dari fakta yang terjadi di lapangan,” kata Yudha Putra Arisandy, salah satu mahaaiswa pencipta robot Aurora.
Kata dia, banyak petani yang kehilangan hasil panen karena adanya TBS yang telah matang namun justru tidak dipanen.
Atau, adanya brondolan tertinggal dan transportasi yang buruk. Serta, kata dia, adanya TBS yang belum matang tapi sudah dipanen.
Kata dia, para petani sawit membutuhkan adanya alat yang bisa melakukan pemantuan kematangan buah kelapa sawit .
“Sehingga pemanenan dapat dilajukan secara akurat, kualitas minyak sawit meningkat, serta pemanenan tandan yang belum matang dapat diminimalkan,” terang Yudha.
Hari Agung menambahkan, cara kerja Aurora adalah dengan menentukan titik tengah dari tanaman kelapa sawit dan mengukur jarak robot dari masing-masing tanaman kelapa sawit.
Pengukuran jarak, kata dia, dilakukan secara simultan dan berkelanjutan. Setelah itu dilakukan penghitungan dengan mencari nilai tengah.
“Robot yang telah kami rancang akan berjalan dengan menentukan titik tengah dari tanaman dengan bantuan lidar,” kata Hari Agung.
Nah, ia bilang lidar ini berfungsi untuk mendeteksi objek yang ada di sekitar guna menentukan koordinat target tujuan.
Nissa Adiarifia melanjutkan, lidar itu akan mengetahui jarak relatif dari keberadaan robot Aurora dan tanaman kelapa sawit.
Setelah itu, ucap Nissa, robot Aurora akan menentukan titik tengah dari beberapa tanaman kelapa sawit yang ada di sekitar robot.
“Robot ini nantinya dapat memisahkan antara objek TBS yang matang dengan TBS yang masih mentah,” tambah Nissa Adiarifia.
PE CPO Melemahkan Dua Pihak Sekaligus, Pengusaha dan Petani Sawit
Sebagai informasi, melalui karya robot Aurora tersebut ketiga mahasiswa IPB itu berhasil meraih dua penghargaan.
Yaitu juara II dan Best Presentation pada Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional (LKTIN) dalam rangkaian acara Gricultural Extension Planning of Some Innovation (AGRIXPLOSION) yang diselenggarakan di Surakarta, 16 November 2019 lalu.
“Kami sangat bersyukur bisa mendapat dua penghargaan sekaligus pada waktu itu, yakni juara II dan Best Presentation,” ucap Yudha.
Wujudkan Satu Data Sawit Indonesia, BPS dan BPDPKS Galang Kerjasama
Menurutnya, hal ini membuat mereja semakin bersemangat untuk dapat terus berkarya.
“Besar harapan kami agar alat ini dapat terus diteliti hingga nantinya benar-benar dapat memberi manfaat terutama bagi perkebunan kelapa sawit di Indonesia,” tegas Yudha. (T5)