InfoSAWIT SUMATERA, PETALING JAYA – Malaysia terus memantau kebijakan Pemerintah Indonesia terkait bea keluar (BK) dan pungutan ekspor (PE) minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
InfoSAWIT (grup jaringan media InfoSAWIT SUMATERA) melansir analisa perusahaan Riset Hong Leong Investment Bank (HLIB) di media online Malaysia, The Star, Senin (21/11/2022), yang menyatakan hal tersebut.
Pihak HLIB bilang perubahan struktur BK dan penghentian sementara PE CPO yang dilakukan Pemerintah Indonesia berdampak pada kegiatan ekspor minyak sawit Malaysia.
CPO Merosot, Harga TBS Petani Swadaya di Provinsi Ini Enggak Kompak
Bagi perusahaan kelapa sawit terintegrasi, catat HLIB, harga bahan baku masih akan berfluktuatif lantaran biaya pengiriman yang masih tinggi.
Situasi ini, kata HLIB, berpotensi menghambat tingkat keuntungan di sektor hilir sawit.
Sebab itu HLIB Research mempertahankan prakiraan harga CPO untuk periode 2022 mencapai RM 5.050 per ton.
Lalu untuk tahun 2023 diperkirakan mencapai RM 4.000 pet ton, dan di tahun 2024 hanya akan mencapai RM 3.800 per ton.
Pihaknya yakin harga CPO akan bertahan di atas RM 4.000 per ton selama beberapa bulan ke depan.
“Kemungkinan (harga itu bertahan -red) hingga kuartal I di 2023 dan mulai mengalami tren menurun pada kuartal 2 tahun 2023,” catat riset HLIB.
Undang Petani, Jaringan Indonesia Muda Gelar Bimtek dan Ekspo Sawit Baik
Lebih lanjut analisa HLBI Research menyebutkan,, perkiraan ini didukung beberapa faktor penting.
Di antaranya pasokan minyak nabati yang lain seperti minyak kedelai, minyak jagung, minyak bunga matahari, dan lainnya, terus membaik.
“Faktor lain, masih terjadinya kekurangan tenaga kerja perkebunan kelapa sawit di Malaysia,” kata pihak HLIB.
Tiga Koperasi Ini Dilibatkan dalam Produksi Minyak Makan Merah
Di samping itu, kondisi cuaca, meningkatnya risiko resesi global, dan masih banyaknya stok CPO di negara-negara pengimpor.(T2/T5)